BERBEDA BUKAN BERARTI TIDAK BISA!
Pelajaran hidup
itu bisa datang dari mana saja. Dari seorang pedagang, seorang pengusaha, seorang
pejuang, bahkan anak kecil sekali pun dapat memberikan pelajaran hidup kepada
kita. Pada postingan ini, saya akan sharing cerita tentang seorang anak
berkebutuhan khusus dan memiliki ‘cacat fisik’ bernama Susi, atau bisa kita
panggil Uci.
Sekitar tahun
2009 di salah satu Yayasan Panti Sosial dan Panti Asuh Anak, Uci dititipkan
oleh ayahnya. Ayahnya merasa dirinya tidak mampu lagi mengasuh dan mendidik
anaknya. Terlebih, Uci merupakan anak yang tidak mendapatkan kasih sayang
seorang ibu karena kedua orang tuanya sudah bercerai sejak Uci masih sangat
kecil. Hal lain yang menjadi alasan kenapa ayahnya menitipkan Uci di Panti
sebab ayahnya merasa Uci berbeda dengan anak-anak lain pada usianya. Uci lebih
hiperaktif dan tidak dapat memahami pembicaraan dari orang lain. Respon
terhadap orang lain sangatlah pasif. Uci hanya bisa merengek, menangis, dan
berbicara sepengetahuannya saja karena bicaranya pun masih belum lancar,
padahal Uci sudah berusia 5 tahun.
Pada tahun
2016, saya kembali bertemu dengan Uci. Dia sudah besar dan masih mengingat saya.
Hal pertama yang membuat saya mengingat cerita Uci adalah ketika semua anak
ditanya mudik akhir bulan puasa ini, Uci hanya diam dan menatap dalam mata
saya. Uci bilang terakhir dia pulang sekitar dua tahun lalu ketika kakeknya
datang dan menjemputnya, itu pun hanya bisa pulang beberapa hari saja. Tahun ini
Uci tidak yakin kalau kakeknya akan datang menjemputnya kembali. Uci merasa
seperti diasingkan dan dibedakan karena Uci tidak sama dengan anak-anak
lainnya. Di rumah, Uci sering diacuhkan. Padahal yang dia butuhkan hanyalah
pengertian dan kasih sayang dari seluruh anggota keluarganya. Berbeda bukan
berarti tidak mampu kan? Malah menurut saya, Uci lebih mandiri daripada
anak-anak lain di panti. Uci sering melakukan hal apapun sendirian tanpa
meminta bantuan dari orang lain. Uci tahu kalau dirinya mempunyai kelebihan,
maka dari itu Uci berusaha untuk bersikap seperti anak se-usianya meski
terkadang Uci tidak bisa mengendalikan dirinya. Uci merasa aman dan nyaman
bersama teman-teman di Panti.
Kemarin, ketika
saya berkunjung ke salah satu sekolah alam. Disana saya kembali mengingat
tentang Uci. Saya merasakan kilas balik cerita tiga tahun lalu bersama Uci. Di
sekolah alam itu banyak sekali anak ABK dengan berbagai latar belakang
kelebihan yang berbeda-beda. Saya merasakan senang, bahagia, bahkan banyak
pelajaran yang saya dapat dari kunjungan itu. Meskipun hanya satu hari bertemu
langsung dengan anak-anak disana, saya mendapatkan satu pelajaran luar biasa,
yaitu BERSYUKUR. Dalam menjalani kehidupan ini, kita terlalu banyak mengeluh
dan menyerah. Padahal, di luar sana masih banyak orang-orang yang seharusnya “pantas”
untuk mengeluh namun mereka tidak pernah putus asa dengan masalah yang ada
dalam diri dan hidupnya. Bersyukur tidak hanya didefinisikan sebagai rasa
terima kasih saja, namun bersyukur dapat diartikan sebagai rasa menerima apa
yang sudah Tuhan berikan kepada kita. Nikmat membuka mata, nikmat mengirup
udara segar, nikmat berbicara, nikmat berjalan, semua hal yang kita rasakan,
kita lakukan, kita hadapi adalah bentuk nikmat yang harus disyukuri.
Mengenai tentang
perbedaan, kita harus bertoleransi dan menghargai hal apapun yang membedakan
kita dengan orang lain. Semua manusia mempunyai kelebihan dan kekurangannya
masing-masing. Begitu pun dengan anak berkebutuhan khusus. Mungkin mereka tidak
akan sama dengan kita dalam hal apapun, tetapi di luar nalar kita mereka
mempunyai potensi sendiri yang kita tidak tahu dan tidak diduga-duga.
Melihat dari
postingan Instagram Sekolah Alam Bukit Bintang, ada salah satu postingan yang
mencuri perhatian saya, yaitu postingan tentang Revo seorang penderita autisme.
Dia diberikan pertanyaan oleh gurunya mengenai tempat teraman untuk menyimpan
uang. Jawaban dari Revo sangatlah mengejutkan. Dia menjawab tempat paling aman
untuk menyimpan uang adalah kotak amal. Tanpa kita sadari, pemikiran Revo jauh
visioner dibandingkan pemikiran kita. Karena orientasi yang Revo pikirkan jauh
lebih panjang dan bahkan bermanfaat bagi kehidupan setelah dunia. Betapa salahnya
jika kita masih berpikir mereka berbeda. Pada dasarnya mereka sama seperti
kita, hanya luarnya saja yang berbeda. Mereka mempunyai pemikiran yang sama
dengan kita, hanya imajinasi mereka lebih luas daripada kita.
Jadi, hargailah
segala perbedaan. Berbeda bukan berarti tidak bisa kan?
Komentar
Posting Komentar