KOMPARASI IMPLEMENTASI PENDIDIKAN NONFORMAL
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.
Apa kabar nih penmas lovers. Kali ini saya akan membahas tentang komparasi implementasi pendidikan nonformal di berbagai negara yang telah melaksanakan pengelolaan pendidikannya dengan menggunakan pendekatan pendidikan nonformal sebagai bagian dari pendidikan nasional masing-masing negara itu secara menyeluruh dalam konteks pembangunan pendidikan dan pembangunan nasional masing-masing negara, khususnya yang berkaitan dengan pembangunan ekonomi atau penyiapan tenaga kerja yang diperlukan untuk kebutuhan pembangunan ekonomi dan pembangunan nasional di negara masing-masing.
- TiongkokSalah satu buku terbitan Bank Dunia pada tahun 2007 berjudul “Enhancing China’s Competitiveness Through Lifelong Learning” yang menggambarkan bagaimana China (baca: Tingkok) mempersiapkan negaranya memasuki percaturan global, khususnya dalam persaingan ekonomi global, dengan menyiapkan sumber daya manusia unggul melalui strategi pendidikan dan pelatihan: pembelajaran sepanjang hayat. Frannie Leautier, Vice President The World Bank Institute, mengatakan (dikutip secara tidak langsung) antara lain bahwa China telah membuat langkah yang mengesankan dalam memperluas kesempatan pendidikan pada semua tingkat, meningkatkan literasi orang dewasa, menyediakan pelatihan dan pelatihan-ulang untuk para migran dan pekerja. Dalam lingkungan ekonomi global yang sangat kompetitif saat ini, China mempertimbangkan untuk mengembangkan pembelajaran sepanjang hayat sebagai sistem yang efektif, baik sebagai alat meningkatkan daya saing maupun meningkatkan kohesi sosial dan kesejahteraan. Merujuk kutipan tidak langsung dari pernyataan itu, penulis berpendapat tidaklah berlebihan untuk mengatakan bahwa pendekatan pembelajaran sepanjang hayat telah dilakukan oleh China untuk memajukan negaranya.
- Latar belakang Mengapa China melakukan hal seperti itu?
Pertama, diidentifikasi karena berbagai faktor seperti kemajuan IT yang dramatik; ekonomi dunia yang dipengaruhi oleh gagasan, keterampilan, dan nama merek; meningkatnya kodifikasi pengetahuan; cepatnya kreasi dan diseminasi pengetahuan; murahnya biaya transportasi dan komunikasi; dunia menjadi pasar terbuka; persaingan pasar; dan terjadinya inovasi, telah memicu terjadi revolusi pengetahuan yang berimplikasi pada perlunya sistem pendidikan dan pelatihan mengerjakan sesuatu untuk merespons terjadinya revolusi pengetahuan itu.
Kedua, munculnya kecederungan global dalam pendidikan dan pelatihan yang mencakup: pendidikan merupakan sumber keunggulan kompetitif dan partisipasi sosial, jumlah pendaftar di perguruan tinggi yang semakin tinggi, banyak mahasiswa di atas usia 24 tahun, meningkatnya partisipasi pekerja untuk mengikuti pendidikan berkelanjutan, meningkatnya penyedia pendidikan dan pelatihan swasta, meningkatnya kompetisi para penyedia pendidikan dan pelatihan, internasionalisasi pendidikan tinggi dan pelatihan, dan meningkatnya penggunaan teknologi komunikasi dan informasi dalam pendidikan formal dan pendidikan berkelanjutan.
Ketiga, nilai investasi pendidikan dan pelatihan yang meningkat berupa meningkatnya pendapatan; studi OECD menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang kuat antara pencapaian tingkat pendidikan dengan rata-rata pendapatan, demikian juga bila dilihat dari tingkat pengembalian pribadi, finansial, dan sosial terdapat perbedaan. Selain itu, investasi pendidikan dan pelatihan dapat meningkatkan produktivitas. Pekerja dengan pendidikan lebih tinggi pada umumnya lebih produktif. Beberapa analisis menunjukkan bahwa terdapat hubungan kausal yang positif antara capaian pendidikan dengan kesehatan fisik dan mental; serta terdapat juga pengaruh positif terhadap kohesi sosial; sama dengan itu terdapat hubungan positif antara literasi dengan dan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan masyarakat yang bersifat sukarela serta antara tingkat pengetahuan kewarganegaraan dengan tingkat partisipasi warga negara. Di sisi lain diketemukan juga bahwa terdapat bukti kalau investasi pelatihan dapat meningkatkan pendapatan para pekerja dan meningkatkan produktivitas di tingkat perusahaan, serta dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Keempat, untuk memasuki dan mengatasi berbagai masalah di era ekonomi berbasis pengetahuan, China mulai menyesuaikan dan mengembangkan sistem pendidikan dan pelatihan melalui tiga strategi prioritas: universalisasi wajib belajar, meningkatkan pendidikan vokasi, dan meningkatkan kualitas pendidikan tinggi sebagai bagian kritikal dari pembelajaran sepanjang hayat yang perlu dilaksanakan dengan institusi, kurikulum, dan reformasi pedagogikal yang tepat. Selain hal tersebut di atas, beberapa kondisi di bawah ini mendorong China untuk melakukan penguatan pendidikan dan pelatihan, yaitu: tekanan kompetisi masuknya China ke ekonomi global, jumlah penduduk yang sangat besar, tingkat capaian pendidikan pada umunya rendah, disparitas daerah yang luas, transisi ke ekonomi pasar, perubahan struktral yang massif, restrukturisasi, dan naiknya pengangguran, dan hambatan finansial pemerintah untuk menyediakan sumbersumber yang dibutuhkan untuk meningkatkan pendidikan dan pelatihan.
Data berikut dapat dipergunakan untuk melihat dan memahami betapa besar, dan tentu kompleks, masalah pendidikan dan pelatihan yang dihadapi oleh China antara lain berkenaan dengan jumlah penduduk yang mencapai 1,3 milyar orang yang terbagi ke dalam penduduk yang sudah mengikuti pendidikan formal, pendidikan dasar, menengah, dan tinggi yang mencapai angka sekitar 260 juta orang, termasuk di sisi yang gagal dan putus sekolah. Angkatan atau tenaga kerja yang memerlukan peningkatan keterampilan sekitar 770 juta orang, ditambah penduduk dewasa yang memerlukan pendidikan dan pelatihan sekitar 68 juta, ditambah penduduk di luar usia pensiun; juga penduduk yang menganggur yang memerlukan pelatihan. - Sistem Pembelajaran Sepanjang Hayat
Pilihan strategi pengembangan pendidikan dan pelatihan melalui “pembelajaran sepanjang hayat” dilakukan atas dasar pertimbangan bahwa pendidikan dan pelatihan harus diperlakukan sebagai sistem pembelajaran sepanjang hayat untuk meningkatkan efisiensi, performan, dan persamaan. Sistem pembelajaran sepanjang hayat mencakup belajar sepanjang kehidupan manusia mulai anak sampai dewasa, dalam bentuk pembelajaran formal, pembelajaran nonformal, dan pembelajaran informal. Pembelajaran formal dan pelatihan mencakup program-program yang terstruktur yang dikenal dengan sistem pendidikan formal dan dimaksudkan untuk memperoleh ijasah atau sertifikat. Pembelajaran nonformal dan pelatihan berupa program-program terstruktur yang diakui secara tidak formal oleh sistem nasional seperti pelatihan magang dan pelatihan dalam jabatan. Sementara itu, pembelajaran informal dan pelatihan mencakup belajar yang tidak terstruktur yang dilakukan dimana saja, di rumah, masyarakat atau tempat kerja. Di sini termasuk pelatihan dalam jabatan yang tidak terstruktur, pada umumnya dalam bentuk belajar di tempat kerja.
Sampai uraian di sini, dapat diketahui bahwa China sedang melaksanakan pendekatan pembelajaran sepanjang hayat dalam mengembangkan pendidikan dan pelatihan untuk memperkuat posisi dan peran dalam memasuki pasar ekonomi global. Pendekatan pembelajaran sepanjang hayat digunakan oleh karena di dalamnya mengandung ciri-ciri sebagai berikut: cakupan sangat komprehensif, mulai dari anak sampai dewasa, kebutuhan keterampilan baru yang tidak saja baca-tulis-hitung, melainkan juga keterampilan teknologi dan ilmu, keterampilan berbahasa asing, keterampilan memecahkan masalah, berpikir kreatif, keterampilan berkomunikasi, dan kemampuan untuk bekerja dalam tim serta belajar dari pengalaman; selain itu dapat belajar secara formal, nonformal, dan informal; belajar dari banyak penyedia layanan belajar, menggunakan teknologi baru dalam belajar, serta merupakan bentuk baru dalam pembiayaan, penjaminan mutu, sertifikasi, dan pengakuan pencapaian.
Implementasi pembelajaran sepanjang hayat dilihat dari dua sisi: permintaan berupa kebutuhan pasar seperti literasi dan numerasi, sains, teknologi, dan bahasa, keterampilan umum baru: memecahkan masalah, komunikasi, kerja tim, kreativitas, belajar untuk belajar, dan kebutuhan keterampilan fungsional dan okuvasional baru. Sisi penawaran berupa hasil pelatihan baik publik (pembelajar dewasa), pribadi (persyaratan dan kualifikasi), pelatihan industri (tersertifikasi), pengembangan karir, nonformal, dan lainnya.
Butir-butir penting yang dapat dirangkum dari uraian di atas untuk pengayaan pembahasan lebih lanjut dapat disampaikan sebagai berikut: (1) memasuki persaingan pasar bebas sebagai implikasi dari ekonomi berbasis pengetahuan dan ekonomi global, pilihan meningkatkan kapasistas SDM merupakan kebijakan strategis yang dilakukan oleh China (Tiongkok), (2) pilihan pendidikan dan pelatihan dengan pendekatan pembelajaran sepanjang hayat untuk meningkatkan kapasitas SDM dalam konteks ekonomi berbasis pengetahuan dan ekonomi global merupakan pilihan strategis kedua yang perlu mendapat apresiasi, (3) pendidikan dan pelatihan dengan pendekatan pembelajaran sepanjang hayat yang berorientasi pada kebutuhan pasar (kesesuaian antara permintaan dan penawaran) merupakan pilihan strategis ketiga yang perlu diikuti oleh banyak negara lain, (4) implementasi pembelajaran sepanjang hayat dengan penguatan pendidikan formal, nonformal, dan informal secara terpadu, serta pelibatan institusi pendidikan pemerintah, swasta, dan nonpemerintah yang dikelola dengan prinsip: peran baru pemerintah, kerjasama dengan pihak nonpemerintah, penjaminan mutu, asesmen, akreditasi, dan sertifikasi, kualifikasi vokasional, informasi, serta pembiayaan, memunculkan harapan akan keberhasilan rencana yang dirancang dengan sangat baik ini, dan (5) memperhatikan kebutuhan sosial yang berupa mengedepankan identitas nasional dan barang publik, serta kebutuhan pasar yang menekankan pada perlunya literasi baru, ipteks dan bahasa, serta keterampilan umum baru, membuka jalan China masuk di persaingan ekonomi global.
Kelanjutan dari butir-butir rangkuman itu, perlu dikemukakan beberapa butir tambahan sebagai konsekuensi yang perlu dikerjakan pada tahap berikutnya yang berupa: (1) memastikan kualitas, relevansi, efisiensi, dan ekuiti, (2) merancang aturan main kemitraan yang efektif dengan pelaku nonpemerintah yang mencakup: manajemen sistem publik, koordinasi penyedia publik, nonpublik, dan swasta, regulasi, penjaminan mutu, asesmen nasional, akreditasi, sertifikasi, dan kualifikasi vokasional, (3) menyediakan informasi yang terbuka, (4) sistem pembiayaan, (5) memanfaatkan potensi belajar jarak jauh, (6) sistem pembelajaran sepanjang hayat berkelanjutan, dan (7) bergerak ke depan. Secara keseluruhan, bila belajar dari China tentang merancang kesiapan memasuki persaingan ekonomi global dengan mempersiapkan SDM yang diperlukan melalui upaya meningkatkan pendidikan dan pelatihan dalam bingkai pembelajaran sepanjang hayat, maka beberapa hal perlu direnungkan dan dikerjakan yaitu perlu: (1) memiliki kemampuan berkompetisi di pasar ekonomi global, (2) memiliki SDM dengan kapasitas kerja sesuai kebutuhan pasar tenaga kerja dan memenuhi standar internasional, (3) memiliki kemampuan teknis vokasional atau keahlian serta menguasai keterampilan umum yang diperlukan, dan (4) mendapat pengakuan internasional. Kesemuanya merupakan hasil dari upaya pembelajaran sepanjang hayat yang memenuhi standar kualitas, relevansi, akreditasi, sertifikasi, dan lisensi internasional.
Program pendidikan nonformal yang telah dilaksanakan di Tingkok (China) beberapa tahun yang lalu, salah satunya, berkait dengan pengurangan kemiskinan melalui proyek sains dan teknologi yang dikombinasikan dengan pendidikan dasar dan vokasi untuk orang dewasa para petani lokal agar mampu meningkatkan produksi pertanian dan kehidupan sehari-hari seperti yang dilaksanakan di Gaichazui Village, Provinsi Shansi, dan Chaichang di pegunungan Taihang, Provinsi Hebei.
Program lain yang dilaksanakan di Tingkok adalah program pengentasan kemiskinan yang berupa pelatihan untuk wanita melalui penggunaan bantuan-kecil bagi kemandirian kelompok. Disiapkan materi lokal tentang belajar literasi, pelatihan keterampilan, dasar strategik hidup dan perlindungan hak-hak wanita melalui pembelajaran partisipatif untuk mengenali masalah, membuat rencana, berbagi pengalaman, dan saling membelajarkan.
- Latar belakang Mengapa China melakukan hal seperti itu?
- Jepang
Beberapa catatan tentang Jepang yang perlu dikemukakan di awal kajian ini untuk dapat lebih memahami kehidupan masyarakat Jepang yaitu tentang kondisi geografis, pergerakan penduduk yang melambat, perubahan situasi ekonomi dan tenaga kerja yang menimbulkan kesenjangan kondisi kehidupan, meningkatkan penduduk miskin, dan kecemasan penduduk yang ditunjukkan oleh tingginya angka bunuh diri, serta kebijakan desentralisasi.Dalam konteks pendidikan nonformal, Jepang menggunakan istilah pendidikan sosial yang sebenarnya menunjuk pada kegiatan pendidikan orang dewasa dan pendidikan masyarakat, baik pada sisi yuridis, institusi, maupun kebijakan pemerintah, juga dalam teori dan prektek. Pendidikan di Jepang dikelompokkan secara konvesional dalam tiga kategori yaitu: pendidikan rumah (keluarga/informal), pendidikan sekolah (formal) dan pendidikan sosial atau kegiatan pendidikan di masyarakat di luar ketegori pertama dan kedua. Kegiatan pendidikan sosial ini merupakan kegiatan pendidikan nonformal yang dilaksanakan institusi pendidikan sosial seperti kominkan (pusat pembelajaran masyarakat yang dilaksanakan oleh pemerintah kota), perpustakaan publik dan museum, berbagai kegiatan belajar volunter, dan sejenisnya (Yoko Arai, 2009).
Kegiatan pendidikan sosial yang menunjuk pendidikan nonformal dan pendidikan orang dewas dilaksanakan atas dasar beberapa perspektif yaitu: gender, tenaga kerja (pekerja), etnik minoritas, kebutuhan khusus, pendidikan dasar, lanjut usia, perdamaian, kesehatan, keaksaraan (literasi), pembangunan berkelanjutan, dan pembangunan atau pengembangan masyarakat. Atas dasar berbagai perspektif ini dapat diketahui bahwa sasaran dan arah pelaksanaan pendidikan sosial atau pendidikan nonformal dan pendidikan orang dewasa memiliki banyak keragaman yang tentu memerlukan model pembelajaran dan teknis edukatif yang satu sama lain berbeda. - Bangladesh dan India
Dua Negara di Asia Selatan ini akan dikaji secara sepintas dalam melaksanakan pendidikan nonformal di masing-masing negara bertetangga itu, Bangladesh melaksanakan berbagai program pendidikan nonformal, khususnya keaksaraan fungsional untuk mengurangi kemiskinan. India melaksanakan pendidikan nonformal untuk kepentingan pembangunan berkelanjutan. Secara umum, di antara keduanya, dilihat esensi pentingnya pendidikan nonformal memiliki karakteristik yang sama, tetapi dalam tampilan menunjukkan ada perbedaan.
Bangladesh (UNESCO, 2002) diperkirakan memiliki jumlah penduduk sekitar 160 juta-an; pada tahun 1999 tercatat sekitar 128 juta. Rata-rata pertambahan penduduk berada di sekitar 1,6%. Angka partisipasi murni jenjang sekolah dasar untuk laki-laki 97%, perempuan 94,1%, angka total berada pada angka 95,6% untuk tahun 1999. Pendapatan per kapita rata-rata tumbuh setiap tahun sekitar 3,7%. Posisi indeks pembangunan manusia (IPM) sekitar 0,44 pada tahun 1999 dan tentu mengalami kenaikan selama kurun waktu dua dekade berikutnya. Dilihat dari sisi status pendidikan dasar, Bangladesh mencapai persentase “keliterasian” orang dewasa untuk laki-laki 51% dan perempuan 27%, perbandingan guru dan murid 61, pengeluaran publik untuk pendidikan dasar dan menengah 88,6%, pengeluaran pemerintah untuk pendidikan sekitar 2,9% dari GDP.
India (UNESCO, 2002) memiliki jumlah penduduk sekitar 1 milyar orang dengan tingkat kelahiran berada pada angka 2,1%; pendapatan per kapita rata-rata per tahun tumbuh sekitar 7,8% dan posisi indeks pembangunan manusia (IPM) pada skor 0,545. Status pendidikan dasar dilihat dari literasi orang dewasa berusia 15 tahun ke atas untuk laki-laki 35%, perempuan 62%, persentase angka partisipasi murni pendidikan dasar untuk laki-laki 98,5%, perempuan 81,5%, persentase total 90,3%. Perbandingan guru murid berada pada angka 42; sementara itu pengeluaran publik untuk pendidikan dasar dan menengah berada pada angka 66% dan persentase pengeluaran pemerintah terhadap GDP sebesar 3,4%. Angka-angka itu (tahun 1995) sampai dengan tahun ini (2016) diperkirakan meningkat.
Bangladesh dan India (UNESCO, 2002) merupakan dua Negara yang menyelenggarakan kegiatan pendidikan nonformal, khususnya untuk memenuhi perdidikan dasar melalui pendidikan keaksaraan fungsional dalam konteks pendidikan untuk semua anak-anak dan orang dewasa untuk mengurangi kemiskinan. Model ini dilaksanakan antara lain di Bangladesh dan China. Model pendidikan nonformal untuk pembangunan berkelanjutan di dilaksanakan antara lain oleh India, Indonesia, Filipina, dan Thailand. Sementara Australia, Malaysia, dan Korea Selatan mengembangkan model pendidikan nonformal untuk pembelajaran sepanjang hayat. Dengan kata lain konteks pendidikan nonformal dapat berupa pengurangan angka kemiskinan, pembangunan berkelanjutan, dan pembelajaran sepanjang hayat sebagaimana telah pula diuraikan pada bahasan halaman-halaman depan.
Pendidikan nonformal tumbuh pesat di Bangladesh atas inisiatif sembilan lembaga swadaya masyarakat yang memainkan peran untuk mengambil pendekatan-pendekatan inovatif dalam mengembangkan literasi fungsional untuk mengurangi kemiskinan. Maka berkembanglah program-program literasi dalam kaitan dengan kegiatan-kegiatan ekonomi seperti program kredit mikro dalam bentuk 16 proyek yang dilaksanakan oleh delapan dari sembilan lembaga swadaya masyarakat yaitu: Bangladesh Association for Community Education (BACE), Bangladesh Rural Advancement Community (BRAC), Centre for Mass Education in Science (CMES), Dhaka Ahsania Mission (DAM), Friends in Village Development Bangladesh, Proshika, Swanirvar Bangladesh (SB), dan Underprivileged Children's Educational Programme (UCEP).
India mengembangkan program-program pendidikan nonformal melalui proyek-proyek lokal dengan sasaran kelompok etnik minoritas antara lain berupa keterampilan baca dan tulis untuk meningkatkan kemampuan ekonomi. Ada empat penyedia program inovatif yang melaksanakan program pendidikan dasar untuk anak putus sekolah, terutama anak perempuan. Dalam melaksanakan program ini lembaga swadaya masyarakat setempat mengambil inisiatif penting seperti The Centre for Education and Development for Rural Women (CEDRW) yang melaksanakan program pemberdayaan perempuan dengan meningkatkan pendidikan dan status ekonomi.
Perlu dikemukakan di sini bahwa CEDRW merupakan lembaga swadaya masyarakat yang didirikan pada tahun 1993 untuk mengembangkan sistem baru pendidikan dalam memberdayakan masyarakat pedesaan agar menjadi agen transformasi dan perubahan ekonomi dilingkungan masyarakatnya. Proyek ini didasari pemikiran Paulo Freire yang dikombinasikan dengan prinsip-prinsip Gandhi dalam membangun pendidikan untuk memberdayakan penduduk pedesaan. Sasaran utama proyek ini adalah tekanan stimulatif yang direfleksikan terhadap kondisi kehidupan sehingga melahirkan tindakantindakan untuk terjadinya perubahan melalui partisipasi masyarakat.
Beberapa kegiatan yang dilaksanakan berupa kegiatan memandirikan wanita dan kelompoknya, program-program vokasional untuk anak perempuan putus sekolah dan wanita usia 15-45 tahun, kelompok untuk kesehatan, nutrisi, dan pengembangan pribadi, pelatihan bagi petani lokal melalui kelompok petani, dan kegiatan pusat rekreasi untuk anak dan orangtua sebagai bentuk pengembangan anak secara terintegrasi melalui pendidikan anak usia dini.
Selain itu ada juga program pengenalan dasar teknologi untuk masyarakat dengan populasi penduduk sekitar 10.000 yang bertujuan untuk membuka akses teknologi modern di antara penduduk itu dan memberikan keterampilan manajemen kepada kelompok ini. Prinsip dasar pendidikan nonformal di sini berkaitan dengan upaya pembelajaran sepanjang hayat, pengurangan kemiskinan, dan pembangunan berkelanjutan. Proyek pendidikan nonformal ini bertujuan pula untuk meningkatkan partisipasi anak putus sekolah di pendidikan dasar seperti yang dilaksanakan di Rajasthan sebagai bagian dari program yang lebih luas dari pendidikan untuk semua yang dikenal dengan Lok Jumbish. Program ini menekankan pada partisipasi masyarakat dalam proses pendidikan sehingga tumbuh rasa tanggung jawab dan memiliki di antara anak dan orangtua untuk mengurangi angka putus sekolah di pendidikan dasar melalui pendidikan nonformal yang berbeda dengan pendidikan sekolah. Karakteristik lain dari pelaksanaan pendidikan nonformal dalam konteks pendidikan dasar untuk semua di India adalah kekhasan sasaran pada penduduk kelompok marginal dalam masyarakat. - Korea Selatan dan Thailand
Negara berikutnya yang dibahas adalah Korea Selatan dan Thailand; dua Negara yang melaksanakan pendidikan nonformal yang menjadi bagian dari studi kasus dalam buku ini. Korea Selatan termasuk Negara maju di kawasan Asia memiliki penduduk sekitar 55 juta, dengan tingkat pertambahan penduduk setiap tahun berada pada angka 1,0% dan pendapatan per kapita diperkirakan tumbuh setiap tahun sekitar 4% dan posisi indeks pembangunan manusia (IPM) pada tahun 1999 dengan skor 0,85. Dilihat dari sisi pendidikan dasar, Korea Selatan berada pada peringkat di atas negara-negara lain dalam studi kasus ini. Persentase literasi orang dewasa mendekati 99% untuk laki-laki dan 97% untuk perempuan, demikian juga untuk angka partisipasi murni pendidikan dasar mendekati 100%, perbandingan guru dan murid sekitar 30, dan pengeluaran publik untuk pendidikan mancapai 83% serta pengeluaran untuk pendidikan dibanding GNP menunjuk angka sekitar 4% lebih.
Thailand salah satu Negara di kawasan Asia Tenggara telah menunjukan perkembangan yang berarti dalam peringkat indeks pembangunan manusia (IPM); memiliki penduduk sekitar 70 juta, rata-rata pertambahan penduduk setiap tahun sekitar 1,2%, pendapatan per kapita tumbuh sekitar cenderung naik, demikian juga persentase pengeluaran untuk pendidikan. Secara umum, status pendidikan dasar di Thailand naik membaik, dilihat dari persentase literasi orang dewasa laki-laki dan perempuan, angka partisipasi murni di tingkat pendidikan dasar di atas 92%, perbandingan guru dan murid sekitar 21, pengeluaran publik untuk pendidikan di atas 73% dan pengeluaran pemerintah untuk pendidikan setiap tahun cenderung meningkat di atas 4,1%.
Korea Selatan sejak tahun 1990-an sangat serius menggarap pendidikan untuk mempersiapkan sumber daya manusia memasuki abad 21 melalui gerakan refomasi pendidikan yang bertujuan agar penduduknya memiliki akses pendidikan kapan saya dan di mana saja sesuai asas pembelajaran sepanjang hayat yang hasilnya berupa Credit Banking System, suatu system pendidikan terbuka yang mengakui pengalaman belajar yang berbeda tidak hanya di dalam sekolah tetapi juga di luar sekolah. Bilamana seseorang telah memiliki CBS yang dipersyaratkan, maka yang bersangkutan akan dapat pengakuan seperti dalam pendidikan formal.
Sejak 1998, CBS telah dijalankan, hasilnya baik secara kuantitatif antara lain standarisasi kurikulum 151 program, 1.717 silabus kursus, dan 323 akreditasi lembaga, serta pada tahun 2000 telah terdaftar 12,630 peserta didik; dan secara kualitatif telah memajukan pendidikan di Korea Selatan dalam bentuk meningkatnya kemampuan belajar dan meningkatkan kemampuan perolehan pendapatanm penduduknya. Melalui sistem ini status sosial lembaga-lembaga pendidikan meningkat melalui aktivitas pendidikan nonformal yang memiliki kemampuan komtetitif dengan pendidikan formal dan berdampak signifikan terhadap upaya pengembangan sumber daya manusia secara menyeluruh di Korea Selatan.
Thailand menyelenggarkan salah satu program pendidikan nonformal yang berupa pelatihan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pemasaran para penduduk pedesaan melalui suatu rancangan kursus manajemen pertokoan dalam konteks pedesaan. Program ini menunjukkan suatu pendekatan yang efektif dalam pembangunan berkelanjutan di daerah pedesaan melalui tindakan-tindakan partisipatori.
Program ini dilaksanakan berkaitan dengan munculnya krisis ekonomi di Thailand berbarengan dengan upaya pemerintah untuk melaksanakan gerakan wajib belajar sembilan tahun dalam rangka pendidikan untuk semua menuju kualitas kehidupan masyarakat yang lebih meningkat. Untuk keperluan itu, departemen pendidikan nonformal melaksanakan eksperimen membentuk pusat perdagangan masyarakat untuk mendukung pembangunan ekonomi berkelanjutan yang didukung oleh departemen perdagangan dan beberapa lembaga swadaya masyarakat. Kegiatan itu dinamai “Community Trading Centre Suphanburi”.
Program kursus tersebut di atas, mencirikan bahwa pendekatan pengembangan keterampilan vokasional berarti pula peningkatan pendapat bagi masyarakat secara fleksibel, dan pada giliran berikutnya tidak saja dapat memecahkan masalah ekonomi masyarakat tetapi juga mampu meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat. Ciri berikut menunjukkan pula pentingnya kolaborasi antardepartemen untuk memenuhi kebutuhan pendidikan dan ekonomi penduduk pedesaan melalui pengembangan pendidikan nonformal yang biasanya dilaksanakan secara tidak lintas departemen. Keberhasilan pendidikan nonformal dalam kegiatan ini dicirikan pula oleh tumbuhnya partisipasi organisasi lokal dalam melaksanakan dan mengelola program yang perlu didukung pula oleh partisipasi lembaga masyarakat lokal yang selama ini belum bertindak. - Malaysia dan Australia
Studi kasus inovasi pendidikan nonformal selanjutnya di kawasan Asia Fasifik adalah program pengembangan pendidikan nonformal yang dilaksanakan oleh Malaysia dan Australia. Secara umum, Malaysia memiliki penduduk sekitar 30 juta orang, rata-rata pertambahan penduduk sebesar 2,3% per tahun, rata-rata pendapatan per kapita tumbuh sekitar 5,2%, dan memiliki skor indeks pembangunan manusia sekitar 0,768 pada tahun 1999 saat studi kasus ini dilaksanakan. Pada tahun 2016 ini tentu gambaran umum Malaysia seperti disampaikan di atas, mengalami perkembangan positif seiring laju pembangunan yang dilaksanakan oleh Malaysia. Dilihat dari sisi pendidikan dasar, Malaysia telah mencapai penurunan angka literasi penduduk dewasa yang luar biasa; kini tercapat masih sekitar 11% untuk laki-laki dan 22% untuk perempuan lebih rendah dari beberapa Negara lain yang melaksanakan studi kasus ini; angka partisipasi murni pendidikan dasar telah mencapai 95%; perbandingan guru-murid 19, pengeluaran publik untuk pendidikan dasar mencapai 76% dan pengeluaran publik untuk pendidikan dari GNP sebesar 5,2% jauh di atas Indonesia.
Australia, Negara di selatan Indonesia, termasuk juga dalam studi kasus ini, memiliki penduduk sekitar 20-an juta; rata-rata pertambahan perduduk setiap tahun sekitar 1,2%; GNP per kapita rata-rata setiap tahun tumbuh 1,8%, sekor indeks pembangunan manusia 0,922 paling tinggi di antara Sembilan Negara yang menjadi lokasi studi kasus ini. Gambaran pendidikan dasar dilihat dari angka literasi penduduk mencapai 100%, angka partisipasi murni pendidikan dasar sudah 101%, perbandingan guru-murid 18 baik sekali, pengeluaran public untuk pendidikan dasar sekitar 69,5% dan persentase pengeluaran publik terhadap GDP sebesar 5,6% paling tinggi di antara sembilan Negara lainnya dalam studi ini.
Program pendidikan nonformal yang dilaksanakan oleh Malaysia dan menjadi sampel dalam studi ini adalah proyek pembelajaran sepanjang hayat untuk meningkatkan kemampuan pemuda dan orang dewasa di pedesaan. Setelah berhasil meningkatkan pendidikan dasar penduduknya, dalam beberapa tahun terakhir ini Malaysia fokus pada peningkatan keterampilan dan kemampuan belajar seluruh penduduk pedesaan melalui program massif pelatihan literasi komputer untuk orang dewasa agar para penduduknya mengenal dan terbiasa menggunakan computer.
Pada tahun 1996 Kementerian Pengembangan Pedesaan memperkenalkan program untuk seluruh negeri yang disebut “ Rural Vision Movement” untuk meningkatkan “self-reliance” dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program pembangunan masyarakat di daerah pedesaan dengan mengurangi bantuan pihak penguasa. Bagian penting dari program ini adalah kesempatan pendidikan lanjutan melalui kursus-kursus yang terorganisasi dengan salah satu programnya berupa kursus penggunaan komputer dasar yang dikelola oleh The Institute for Rural Advancement (INFRA). Untuk yang pertama program ini dilaksanakan di Peringat, Kelantan pada bulan September 1997. Program ini kemudian berjalan selama tiga tahun (1998, 1999, 2000) dengan rata-rata kelas mencapai 26 partisipan, 57 kursus telah dilaksanakan dan memiliki peserta sekitar 1482 orang.
Australia melaksanakan program pendidikan nonformal inovatif dalam bentuk program pendidikan yang bertujuan meningkatkan keterampilan para petani Queensland dalam merencanakan bisnis strategik. Metoda yang dipergunakan dalam program ini berupa pembelajaran eksperiensial dan belajar tindakan untuk membantu para peserta memahami situasi yang dihadapi dan dapat mengendalikan masa depan.
Untuk mengetahui keberhasilan program tersebut telah dilakukan kajian dalam bentuk studi kasus yang bertujuan mengenali pengalaman berharga dari pelaksanaan model pembelajaran orang dewasa yang sejalan dengan prinsip-prinsip pembelajaran sepanjang hayat pada empat aspek yaitu kesuaian dengan kebutuhan peserta didik, keterlibatan fasilitator dan peserta untuk dapat berpikir yang berbeda, kesesuaian peserta didik orang dewasa dengan proses pembelajaran, dan manfaat kegiatan pembelajaran terhadap perubahan, keadilan dan pemberdayaan.
Hasil analisis menemukan perubahan positif dalam menghasilkan peningkatan kualitas hidup, usahatani lebih menguntungkan, dan meningkatkan sumber-sumber alam dan tanah. Partisipan program telah menunjukkan motivasi yang meningkat dalam mencari keuntungan, berimplikasi juga pada perubahan aspirasi dalam mengelola sumber-sumber alam dan manusia, serta mengelola bisnis pertanian dan produksi. Telah terjadi juga peningkatan wawasan, kepercayaan-diri dan hubungan sosial dalam kelompok. Secara keseluruhan program ini memacu pemberdayaan petani dan anggota keluarganya karena proses pembelajaran memperkuat kepercayaan atas kemempuan yang dimiliki dalam membuat pilihan strategik.
Negara-negara di atas merupakan negara-negara yang sudah menerapkan pendidikan nonformal sebagai salah satu pendidikan nasional di negara-negara tersebut. Nah, kalian sudah tahu kan bahwa pendidikan nonformal atau pendidikan luar sekolah tidak hanya berkembang di Indonesia, melainkan ada beberapa negara yang sudah menerapkan pendidikan luar sekolah dan sudah berkembang jauh dibandingkan dengan perkembangan pendidikan luar sekolah di Indonesia.
Untuk mengetahui ilmu mengenai pendidikan luar sekolah yang lainnya, tetap stay tune di blog ini ya penmas lovers.
Terima kasih sudah membaca😉
Sumber: Suryono, Yoyon. 2016. Inovasi Pendidikan Nonformal. Yogyakarta: Graha Cendikia.
Uwuuuuu, semangak kakaaaaak😚
BalasHapus