APA ITU PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH?

Apa yang ada dalam pikiran kalian ketika mendengar kata Pendidikan Luar Sekolah? Merasa asing? Atau malah sudah tahu sebelumnya? Pada kenyataannya masih banyak masyarakat yang belum mengetahui pengertian Pendidikan Luar Sekolah secara luas. Masyarakat masih mengira bahwa Pendidikan Luar Sekolah atau yang sering kita kenal dengan istilah PLS merupakan satuan pendidikan yang bergerak dibidang pendidikan inklusi (pendidikan anak berkebutuhan khusus), padahal dua hal tersebut sangatlah berbeda. Untuk mengetahui lebih lanjut tentang PLS, yuk baca artikel ini sampai faham😉

Sumber: contabeis.com.br

Pada perkembangan zaman ini, pendidikan masih dianggap kurang begitu penting untuk mencapai kehidupan yang lebih baik di masa yang akan datang. Padahal tanpa kita sadari pendidikan merupakan jendela awal bagi kita dalam menggapai apa yang kita cita-citakan. Dengan pandainya kita menulis, banyaknya kita membaca, dan baiknya kita dalam berkomunikasi dan berelasi dengan orang lain dapat menjadi salah satu kunci utama kesuksesan dapat kita raih dengan mudah. Namun tidak bisa kita pungkiri, di era globalisasi ini masih banyak masyarakat yang mengalami tributa atau tiga buta yaitu buta aksara, buta bahasa Indonesia, dan buta pendidikan dasar. Maka dari itu, pendidikan luar sekolah hadir sebagai sarana dalam memberdayakan masyarakat dan berperan dalam pengembangan sumberdaya manusia di negeri ini.
Dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas menegaskan bahwa pendidikan nasional terdiri atas 3 jalur yaitu pendidikan formal, pendidikan nonformal, dan pendidikan informal.
Coombs (Syamsi, 2010: 59) mengatakan pendidikan non formal adalah suatu kegiatan yang terorganisasi dan sistematis yang dilakukan di luar sistem persekolahan dan dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian penting dari kegiatan yang lebih luas yang sengaja dilakukan untuk melayani peserta didik tertentu untuk mencapai tujuan belajarnya. Pendidikan laur sekolah menurut Napitapulu 1981 (dalam Syamsi: 60), setiap usaha pelayanan pendidikan yang diselenggarakan di luar sistem sekolah, berlangsung seumur hidup, dilakukan secara sengaja, teratur dan berencana yang bertujuan untuk mengaktualisasi potensi manusia (sikap, tindak, dan karya) sehingga dapat mewujudkan manusia seutuhnya yang gemar belajar-mengajar dan mampu meningkatkan taraf hidupnya.
Dilansir dalam laman http://pls.uny.ac.id, pendidikan luar sekolah dalam referensi internasional digunakan bermacam istilah seperti continuing education, adult education, nonformal education; telah mengalami perkembangan yang cukup berarti. Perkembangan pendidikan nonformal di masa yang akan datang perlu memperhatikan beberapa hal seperti yang disebutkan oleh Sudjana. 2004 (dalam Syamsir. 2010: 60) yaitu: (1) pendidikan nonformal perlu lebih proaktif dalam mereformasi visi, misi, dan strateginya untuk mengubah program-program pendidikan yang berorientasi untuk menghasilkan lulusan sebagai pencari kerja (worker society) menjadi upaya menghasilkan lulusan yang memiliki keahlian dan kemampuan untuk mandiri dan pencipta lapangan kerja (employee society); (2) unsur-unsur sistem pendidikan nonformal perlu dilakukan secara lengkap dan utuh, yaitu mencakup komponen, proses, dan tujuan; (3) meningkatkan visi, misi, dan strategi pengembangan pendidikan nonformal; (4) pendidikan nonformal meningkatkan orientasi keberpihakannya pada orang banyak; (5) pendidikan nonformal perlu meningkatkan tiga aspek (triad) pembinaan internal kelembagaannya dengan upaya penelitian, manajemen, dan produksi; (6) dalam meningkatkan misi pendidikan nonformal yang demikian luas, maka lembaga-lembaga penyelenggara dan pelaksana program-program pendidikan tidak dapat bekerja sendiri-sendiri tanpa ada keterkaitan dengan pihak-pihak lain.
Pendidikan luar sekolah mempunyai beberapa karakteristik. Dilansir pada laman wikipedia, ada 3 karakteristik pendidikan luar sekolah di antaranya:
  1. Pendidikan Luar Sekolah sebagai Substitute dari pendidikan sekolah, artinya bahwa pendidikan luar sekolah dapat menggantikan pendidikan jalur sekolah formal. Contohnya Kejar Paket A, B, dan C.
  2. Pendidikan Luar Sekolah sebagai Supplement pendidikan sekolah, artinya pendidikan luar sekolah dilaksanakan untuk menambah pengetahuan, keterampilan yang kurang didapatkan dari pendidikan formal. Contohnya private, les, training.
  3. Pendidikan Luar Sekolah sebagai Complement dari pendidikan sekolah, artinya pendidikan luar sekolah dilaksanakan untuk melengkapi pengetahuan dan keterampilan yang kurang atau tidak dapat diperoleh di dalam pendidikan formal. Contohnya kursus, try out, pelatihan, dll.
Pada dasarnya pendidikan luar sekolah biasanya memegang 4 pilar pendidikan menurut UNESCO, yaitu:
  1. Learning to know (belajar untuk mengetahui). 
    Secara implisit learning to know bermakna belajar sepanjang hayat (Life Long Education). Asas belajar sepanjang hayat bertitik tolak atas keyakinan bahwa proses pendidikan dapat berlangsung selama manusia itu hidup. Sehubungan dengan asas pendidikan seumur hidup, maka peranan subjek manusia untuk mendidik dan mengembangkan diri sendiri secara wajar merupakan merupakan kewajiban kodrati manusia. Dengan kebijakan tanpa batas waktu untuk belajar, maka kita harus menyadari bahwa proses dan waktu pendidikan berlangsung seumur hidup sejak dalam kandungan hingga manusia meninggal, bahwa untuk belajar tidak ada batas waktu artinya tidak ada kata terlambat atau terlalu dini untuk belajar, dan belajar atau mendidik diri sendiri adalah proses alamiah sebagai bagian dari totalitas kehidupan.
  2. Learning to do (belajar untuk menerapkan/melakukan).
    Pendidikan membekali manusia tidak sekedar untuk mengetahui, tetapi lebih jauh untuk terampil berbuat/ mengerjakan sesuatu sehingga menghasilkan sesuatu yang bermakna bagi kehidupan. Dalam masyarakat industri tuntutan tidak lagi cukup dengan penguasaan keterampilan motorik yang kaku melainkan kemampuan untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan seperti “controlling, monitoring, designing, organizing”. Peserta didik diajarkan untuk melakukan sesuatu dalam situasi konkrit yang tidak hanya terbatas pada penguasaan ketrampilan yang mekanitis melainkan juga terampil dalam berkomunikasi, bekerja sama dengan orang lain, mengelola dan mengatasi suatu konflik. Melalui pilar kedua ini, dimungkinkan mampu mencetak generasi muda yang intelligent dalam bekerja dan mempunyai kemampuan untuk berinovasi.
  3. Learning to live together (belajar untuk dapat hidup bersama).
    Di zaman yang semakin kompleks ini, berbagai konflik makin merebak seperti konflik nasionalis, ras dan konflik antar agama. Apapun penyebabnya, semua konflik itu didasari oleh ketidakmampuan beberapa individu atau kelompok untuk menerima suatu perbedaan. Pendidikan dituntut untuk tidak hanya membekali generasi muda untuk menguasai IPTEK dan kemampuan bekerja serta memecahkan masalah, melainkan kemampuan untuk hidup bersama dengan orang lain yang  berbeda dengan penuh toleransi, dan pengertian. Dalam kaitan ini adalah tugas pendidikan untuk memberikan pengetahuan dan kesadaran bahwa hakekat manusia adalah beragam tetapi dalam keragaman tersebut terdapat persamaan. Itulah sebabnya Learning to live together menjadi pilar belajar yang penting untuk menanamkan jiwa perdamaian.
  4. Learning to be (belajar untuk menjadi).
    Konsep learning to be perlu dihayati oleh praktisi pendidikan untuk melatih siswa agar memiliki rasa percaya diri yang tinggi. Kepercayaan merupakan modal utama bagi siswa untuk hidup dalam masyarakat. Penguasaan pengetahuan dan keterampilan merupakan bagian dari proses menjadi diri sendiri (learning to be). Menjadi diri sendiri diartikan sebagai proses pemahaman terhadap kebutuhan dan jati diri. Belajar berperilaku sesuai dengan norma dan kaidah yang berlaku di masyarakat, belajar menjadi orang yang berhasil, sesungguhnya merupakan proses pencapain aktualisasi diri. 
Ada beberapa sistem dalam pendidikan luar sekolah. Sistem ini dapat kita gambarkan dalam sebuah diagram berikut:
  • Masukan lingkungan
    Dalam upaya meningkatkan dan memperluas jangkauan pelayanan terhadap penerimaan pelayanan, maka para pengelola program pelatihan keterampilan berusaha mendayagunakan semua sarana prasarana dan fasilitas yang ada, baik di lingkungan pemukiman maupun lingkungan desa. Lingkungan disini merupakan segala sesuatu yang memberi dukungan atau hambatan bagi terwujudnya potensial dari individu, untuk mengembangkan bakat, minat, aspirasi dan kreativitas.
  • Masukan Sarana
    Masukan sarana meliputi para pengelola program, instuktur, fasilitas serta tujuan program pelatihan keterampilan. Tujuan program pelatihan yaitu: 1) mempersiapkan dan membantu peserta didik/masyarakat dengan memberikan kesempatan dan kemudahan agar dapat mengembangkan potensi dan kemampuan rohani, jasmani maupun sosialnya; 2) menumbuhkan meningkatkan keterampilan kerja dalam rangka memberikan bekal untuk kehidupan dan penghidupan masa depan secara wajar. Fungsi program pelatihan keterampilan dimaksudkan untuk menggali, mengembangkan,meningkatkan dan memantapkan potensi dan sumber yang dimiliki peserta didik/masyarakat memberikan pelayanan yang bersifat bimbingan pengetahuan, teknologi, seni, sosial, dan keterampilan.
  • Proses
    Proses terdiri dari empat tahap, yaitu:
    1. Tahap pendekatan awal: (a) orientasi dan konsultasi; (b) identifikasi; (c) motivasi; (d) seleksi.
    2. Tahap penerimaan: (a) registrasi; (b) penelaahan dan pengungkapan masalah (c) penempatan pada program.
    3. Tahap pendidikan dan penyuluhan: (a) bimbingan pengetahuan dan teknologi tentang kesehatan lingkungan dan pemukiman; (b) bimbingan prilaku hidup sehat; (c) bimbingan keterampilan.
    4. Tahap pembinaan lanjut: (a) bimbingan peningkatan usaha; (b) bimbingan peningkatan hidup bermasyarakat.
  • Masukan Mentah
    Masukan mentah yaitu peserta didik yang berkala. Mereka para peserta didik dengan berbagai latar belakang pendidikan, sosial, ekonomi, juga menyangkut berbagai karakteristik. Karakteristik internal berupa motivasi (dorong, kebutuhan, minat, sikap dan aspirasi). Karakteristik eksternal berhubungan dengan status sosial ekonomi dan cara kebiasaan belajar.
  • Masukan Lain
    Masukan lain pada pelatihan keterampilan ini memanfaatkan sumber-sumber di lingkungan dalam maupun luar. Untuk mendukung hal tersebut di atas, perlu adanya kerjasama yang terpadu antara berbagai pihak terkait kunci keberhasilan pendidikan keterampilan sedikit banyak terkait dengan suksesnya kerja sama dengan dunia industri.
  • Keluaran
    Komponen keluaran merupakan kualitas dan kuantitas peserta didik hasil pendidikan dan penyuluhan kesehatan lingkungan dan pemukiman. Kualitas dan kuantitas yang dimaksudkan disini ditujukan pada aspek perubahan pola hidup dan perilaku hidup sehat yang terjadi pada para peserta didik, baik aspek kognitif, apektif maupun psikomotor.
  • Pengaruh
    Komponen pengaruh atau dampak merupakan tujuan dari program pendidikan penyululuhan kesehatan lingkungan dan pemukiman. Penekanan utama bagi program pendidikan penyuluhan ini bagi peserta didik adalah agar mereka memiliki pengetahuan, pemahaman, perilaku hidup sehat, sehingga dengan demikian mereka dapat berperan serta dalam pembangunan, menuju masyarakat sehat sejahtera, aman sentosa.
▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬
Itulah penjelasan singkat mengenai "Apa itu Pendidikan Luar Sekolah?". Semoga tulisan ini dapat menjadi referensi bagi teman-teman semua. Dipostingan selanjutnya akan dibahas lebih dalam mengenai Pendidikan Luar Sekolah dan hal-hal menarik lainnya. So, tetap stay tune di blog ini ya🙌😊

Komentar

Postingan Populer